Kamis, 14 Januari 2010

NGARAS (Siraman & Pengajian Adat Sunda)

Menjelang pernikahan, calon mempelai putri dan pria melaksanakan upacara adat yang disebut “ngaras”, sebelum pelaksanaan “siraman”. Pada upacara ngaras, calon mempelai lebih dahulu sungkem kepada ayah-ibunya dengan duduk bersimpuh memohon do’a restu serta minta izin akan menikah dengan calon pilihannya. Tiada lupa permintaan maaf kepada ibu-bapaknya atas jerih payah dan pengorbanan sejak ia dalam kandungan, buaian hingga dewasa serta akan lepas dari pangkuan, untuk menikah serta membangun mahligai rumah-tangga sendiri.

Ngaras sendiri dalam bahasa Sunda berasal dari rangkaian kata “ngaji” dan “rasa”, yakni “rasa-rumasa” bahwa dirinya lahir di dunia ini berasal dari cinta-kasih ibu-bapa serta merupakan titipan dan amanah ALLAH SWT. Juga dalam bahasa Islam ngaras dari kata “arasy”, yakni suatu tempat yang paling mulia, tempat bersemayamnya ALLAH SWT. Oleh karenanya simbol dalam upacara adat ngaras adalah membasuh dengan air, telapak kaki ibu serta menciumnya dengan khidmat. Selanjutnya ayah dan ibu calon mempelai mengucapkan ikrar bahwasanya mereka meridloi serta merestui perkawinan putra/putrinya, diiringi dengan do’a agar didalam menempuh kehidupan baru putra/putrinya, akan dilimpahi rakhmat dan barokah dari ALLAH SWT., sehingga dapat membangun mahligai rumah-tangga yang sakinah mawaddah warokhmah. Bukankah ridlo Allah ridlowalidain, ridlo Allah adalah ridlo ibu-bapak.
Mencium telapak kaki ibu, simbol kehormatan yang paling mulia kepada ibu yang mengandung dan melahirkan, seperti sabda rasulullah saw., bahwa “surga itu berada dibawah telapak kaki ibu”.

Selanjutnya selesai upacara ngaras, dengan dihantar oleh ayah-ibu, saudara dan sanak keluarga lainnya, calon mempelai kemudian menuju ke tempat berlangsunya upacara siraman. Disini calon mempelai dimandikan dengan mengucurkan air pada tubuhnya oleh para sesepuh yang biasanya berbilang ganjil (7 orang atau 9 orang, dst.) yang biasanya dipandu oleh juru-hias pengantin. Konon dahulu, air diambil dengan kendi-kendi dari 7 pancuran air atau dari 7 sumur, simbol dari bilangan hari yang tujuh. Makna upacara adat siraman ini, adalah bahwa kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dengan air. Sejak bayi dilahirkan ke dunia diawali dimandikan dengan air; kemudian akan menikah, sekali lagi dimandikan dengan air; dan kelak dikemudian hari manakala manusia mati, jenazah harus dimandikan dengan air. Yang tersirat dalam upacara ini, adalah niat yang suci bersih dari calon mempelai bahwa nikah itu semata-mata untuk beribadah kepada ALLAH SWT., seperti yang diperintahkan-Nya serta disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Seperti halnya akan melaksanakan sholat tidak syah apabila tidak berwudlu lebih dahulu.

Nama Keluarga : Firman Moeis & Arifin Panigoro
Nama Mempelai : Regina Firman Moeis & Ariwan Panigoro
Waktu : 25 November 2009
Video - Photo Editing : Alike & Crew (Lightbox Photography)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar